Cekatan Ki Gofur mengenakan sarung tangan dan langsung mendekati Abrar yang masih saja berteriak dan mengaum dengan kerasnya. Rumah itu sudah dipenuhi orang yang penasaran dan beberapa perempuan yang menangis ketakutan, di antaranya adalah bu Ai, ibu dari Abrar.
Ki Gofur dengan sopan meminta mereka untuk keluar, tujuannya agar proses ruqyah berlangsung dengan mudah jika ia fokus tanpa gangguan. Rasa hormat membuat mereka menyingkir keluar.
Dibantu Haji Saleh, Ki Gofur mulai membacakan ayat-ayat ruqyah. Kadang ia melembutkan suaranya, tapi di beberapa ayat, dilantangkan suaranya. Dinamika bacaan yang indah, apalagi langgam tilawah Ki Gofur memang terkenal bagus sekali.
Abrar terlihat mulai kepayahan dan menangis. Tubuhnya pun melemah karena beberapa kali harus muntah. Haji Saleh membantunya dengan memberikan minuman hangat yang sudah didoakan. Udara dingin desa Kawunglarang, sama sekali tak terasa di ruangan ini. Justru keringat membanjiri tubuh Abrar juga Ki Gofur.
Untuk sementara terapi ruqyah dihentikan karena Abrar tidak kuat. Dari hasil dialog dengan jin di tubuh Abrar, Ki Gofur tahu bahwa Abrar dan beberapa kawannya sempat bermain di hutan Cirancah. Salah satu tempat yang diduga adalah petilasan Guru Gantangan yang merupakan anak dari Prabu Siliwangi, mereka rusak.
Ki Gofur memanggil salah satu teman Abrar yang ikut ke hutan Cirancah. Seorang muslim tidak boleh percaya perkataan jin, maka ia merasa perlu memeriksa kebenaran cerita tersebut.
Mahmud nama anak itu mengakui perbuatan mereka, bahkan bercerita kalau mereka sengaja mengencingi tempat itu supaya tidak lagi ada orang yang berdoa dan beribadah di sana.
“Itu kan nggak bener ya Ki? Masa berdoa di tempat kotor begitu. Apalagi percaya kalau Guru Gantangan bisa membantu mereka,” sungut Mahmud kesal.
“Betul Mud, itu tidak boleh. Tapi cara kalian juga salah. Tidak boleh kencing di sembarang tempat,” tutur Ki Gofur lembut. Anak-anak usia remaja ini memang memiliki semangat yang kuat. Kalau tahu mereka benar, maka apapun akan mereka lakukan meski cara yang ditempuh salah.
===
Melihat Abrar dalam kondisi tadi, Ki Gofur tentu teringat pada Sopla, sang harimau siluman. Pasti siluman itu merasa terusik sehingga ia masuk ke dalam tubuh Abrar. Ki Gofur gusar mengingat sebenarnya ia memiliki hubungan khusus yang tidak diinginkan dengan Sopla.
Ya, di malam ia tersungkur pingsan, Aki Marta membopong Gofur muda ke kediamannya. Hari sudah larut ketika Aki Marta mengetuk pintu rumah mereka. Ni Ijah yang masih belum tidur karena khawatir dengan suaminya yang belum pulang, tergopoh-gopoh keluar kamar dan membuka pintu.
Ni Ijah kaget melihat kakeknya membawa pulang suami sambil dibopong.
“Aya naon Aki? Kunaon Akang Gofur teh?” panik Ni Ijah melihatnya.
“Teu nanaon neng, ngan pependak jeung Sopla” jawab Aki sambil meletakkan Gofur ke atas kasur.
“Astaghfirullah…” hanya kata itu yang keluar dari mulut Ni Ijah. Kenyataan bahwa Ki Gofur akhirnya tahu latar belakang kelam keluarganya membuat hati Ni Ijah jeri. Apakah sudah saatnya suaminya tahu semua?
Tidak lama kakeknya pun pulang sambil berpesan agar Ni Ijah tidak perlu menceritakan apapun kepada suaminya.
Tapi bukan Ki Gofur namanya jika tidak peka terhadap kejadian yang terjadi di sekitarnya. Saat siuman ia menuntut Ni Ijah untuk bercerita. Ia tahu istrinya pasti mengerti siapa Sopla dan kenapa begitu tunduk pada Aki Marta.
“Akang, bukan saya tidak mau cerita…tapi.. ,” Ni Ijah ragu meneruskan kalimatnya. Ia lebih memilih untuk memilin-milin bajunya. Tenggorokannya terasa tercekat dan air matanya tiba-tiba mengalir.
Bersambung
Link Bagian 1 Cengkeram Sopla di Hutan Cirancah
Link Bagian 2 Cengkeram Sopla di Hutan Cirancah
Keterangan Arti
“Aya naon Aki? Kunaon Akang Gofur teh?” = "Ada apa Aki? Kenapa Kang Gofur?"
“Teu nanaon neng, ngan pependak jeung Sopla” = "Nggak apa-apa neng, cuma ketemu sama Sopla."
hadeh..
BalasHapusmemang lah anak remaja
yg modelan gitu emang harus dijewer dulu..