“Memunguti serpihan perbedaan untuk dirangkai menjadi perhiasan harmoni antara menantu dan mertua”
Pernah bermasalah dengan mertua? Pastinya ya. Jangankan dengan mertua, dengan orang tua sendiri pasti ada masalah. Begitulah hidup mengajarkan perbedaan yang kadang menyakitkan tapi di sanalah terjadi proses belajar.
Sayangnya di masyarakat, stigma menantu vs mertua itu seolah dibenarkan. Adalah biasa jika menantu dan mertua tidak akur hubungannya. Lebih pelik lagi jika itu adalah menantu perempuan dan mertua perempuan. Dan berbagai cerita ‘horor’ pun mengalir di sekitar kita
Benarkah demikian adanya dan wajar itu terjadi? Kali ini Bunda tidak akan mengulasnya dari sisi agama, karena ada satu buku menarik yang mengangkat masalahnya. Kebetulan penulisnya teman sendiri, jadi ikut bangga deh.
Buku Sejuta Menantu Satu Mertua
Judul Buku: Sejuta Menantu Satu Mertua
Penulis: Riyanto GW
ISBN: 978-602-429-127-3
Editor: Nitha Ayesha
Perancang Sampul : Riyanti GW
Ilustrasi: Tim Pena Indis
Penerbit: Pena Indis
Tahun Terbit: 2018
Halaman: 267
Memuat 17 cerita, buku ini mengupas rupa-rupa peristiwa antara menantu dan mertua yang terjadi di sekitaran. Dikemas dengan gaya cerita yang tidak biasa, kita seperti dibawa maju mundur cantik…cantik…ups! Lintasan ide-ide yang muncul saat menulis, seperti dibiarkan mengalir begitu saja di buku ini. Yang belum terbiasa dengan gaya menulis begini, bisa jadi merasa kebingungan.
Keluasan pengetahuan ibu tiga anak ini juga mengajarkan kita banyak hal dalam bukunya. Ambil contoh istilah kluruk bagi ayam jago yang ternyata merupakan kode keras bahwa ia adalah pejantan tangguh. Bunyi kukuruyuk yang disuarakan berbeda-beda di tiap daerah, adalah modal mereka menarik betina mau mendekat dan dikawini.
Begitu juga falsafah suara genting yang tiap tarikan nadanya mengabarkan usapan angin yang lembut. Tiap liriknya bercerita air hujan yang menetes membasahi tanah. Genting pada dasarnya juga menyerap pantulan dari irama isi rumah.
Larik Kisah Sejuta (harapan) Menantu (pada) Satu Mertua
Di salah satu entri buku diarinya, perempuan tua membaca tulisannya. “Aku bahagia bisa membantu mengatur barang-barang di rumah Handoko. Satu hari penuh aku kerjakan sendiri. Dinda, istri Handoko kuminta tidak perlu membantuku.”
Dengan helaan nafas panjang dan tangan gemetar, dia mengambil jurnal Handoko dan menemukan entri putranya di hari yang sama, tanggal 27 September. “Dinda menangis seharian. Ibu datang ke rumah kami dan membongkar semua hasil menata perabotan yang Dinda lakukan. Kata Dinda, itu adalah hari terburuk dalam pernikahannya.”
(Buku Harian Perempuan Tua, hal. 5)
Menantu idaman itu saat berbicara enak didengar, nyambung. Dan saat berkomunikasi membuat nyaman bagi siapa saja yang menjadi pendengarnya. Saat memberi masukan, dilakukan dengan halus. Tidak untuk melukai. Seperti rasa asin pada kacang garing yang rasanya malah jadi enak enak.
Menantu idaman itu pandai beradaptasi. Rasanya seperti makan kacang rebus yang empuk dan gurih. Enak dinikmati sampai habis dan meninggalkan rasa nyaman.
Hubungan mertua dan menantu bak makan kacang. Bayangkanlah sedang menikmati kacang garing atau kacang rebus kesukaan. Walau kadang menemukan sebiji atau dua biji yang kopong, tinggal dibuang saja. Setiap menantu pasti punya sisi kekurangan dan kelebihan.
(Dunia Menantu dalam Sekantung Kacang Tanah, hal. 141)
Dari dua cerita ini saja, kita dibuat tersenyum karena tertohok oleh kenyataan yang bisa jadi kita pun mengalaminya ya Mommies. Peliknya membangun hubungan baik dengan mertua atau menantu mudah-mudahan membuat kita tersadar untuk mencari sebab dan solusinya.
Sebab Benturan Menantu dan Mertua
1. Gap Generasi
Adanya perbedaan usia yang terlalu jauh ternyata dapat membuat mertua dan menantu memiliki perspektif dan sikap yang berbeda dalam menentukan suatu hal.
Di cerita tentang Mertua dan Gorden Cinta, mbak Riyanti membahas soal mertua yang sering mengganti gorden di rumah menantu. Buat ibu-ibu muda masa kini, gorden adalah barang yang hanya akan turun menjelang lebaran, ya nggak Mom?
Ternyata bisa jadi buat si mertua, gorden adalah simbol sebuah rumah yang harus terjaga dari segala debu dan noda.
2. Lintas Budaya
Meski masih satu suku, kadang ada saja kebiasaan daerah setempat dengan daerah lainnya yang berbeda. Apalagi yang sukunya berbeda jauh seperti Bunda nih. Meski sama-sama orang Barat, Bunda Jawa Barat dan suami Nusa Tenggara Barat, bedanya…wow lumayan.
Bersyukur mertua Bunda sudah sangat lama tinggal di Jakarta, Alhamdulillah nggak terlalu gegar budaya.
3. Miskin Komunikasi
Seringkali kita menjauh saat memiliki masalah dengan orang lain, siapapun itu. Padahal ternyata dalam kondisi konflik, justru harusnya berupaya untuk mendekatkan diri. Dalam kedekatan akan mudah tumbuh sepemahaman.
4. Perbedaan Nilai
Dalam hal ini, contohnya misal tentang gaya hidup. Menantu yang boros dan mertua yang terlalu hemat.
5. Intervensi Berlebihan
Membaca ini pasti terbayang mertua perempuan yang selalu kepo dan ikut campur dalam rumah tangga anaknya ya? Padahal belum tentu. Ada juga menantu yang kadang intervensi mertualewat suaminya. Hayo ngaku? Heheheh
What should we do?
Jika tertakdir memiliki mertua atau menantu yang kebetulan belum satu frekuensi. Bunda bilang belum ya..bisa jadi seiring waktu, perbaikan itu akan terjadi. Nah, beberapa sikap yang bisa kita ambil, adalah:
1. Memisahkan diri
Jika terjadi ketegangan hingga berujung pertengkaran, alangkah baiknya kita memberi ruang pada masing-masing untuk saling memperbaiki diri. Tapi jangan berhenti dan menghindari, justru harus bertekad mencari solusi.
2. Menikmati waktu senggang
Menepi untuk menata ulang hati adalah langkah yang sangat baik. Ingat, mertua juga orang tua kita. Menantu juga anak kita. Sedikit ketegangan adalah hal biasa, asal bersemangat memperbaikinya.
3. Jangan diambil hati
Kadang amarah keluar tanpa dipikir, maka pihak seberang harus memahami ini. Nggak usah diambil hati, bersihkan dan lapangkan saja diri kita.
4. Bangun pikiran
Jangan pernah menghabiskan tenaga dan waktu kita untuk meladeni amarah orang lain. Negative vibes hanya akan membawa hal negatif juga dalam diri kita.
5. Kompromi
Belajar untuk mau kompromi dengan situasi yang terjadi. Mengalah toh bukan berarti kalah. Apalagi jika kita seorang menantu. Apa yang dicari dari hubungan yang kerap bermasalah?
Penutup
Buku yang cukup menarik bukan? Layak banget dimiliki. Siapa tahu bisa menjadi bahan referensi buat Mommies yang mungkin saat ini belum memiliki hubungan harmonis dengan mertua atau menantu. Mudah-mudahan sejuta (harapan) menantu (pada) satu mertua selalu bisa tersampaikan dengan baik. Salam hangat!
“Ikuti kata hatimu, karena jika selalu percaya pikiranmu, kamu akan bertindak secara logika dan logika tidak selalu membuatmu bahagia.”
Baca review Bunda Lillah senyum-senyum sendiri, inget perjalanan mantu-mertua versi saya. Mertua saya adalah Kiyai pesantren sewaktu mondok dulu, jadi sekarang pun selain menjadi orang tua, vibe sebagai gurunya masih terasa aja. Jadi penasaran nih baca buku tentang menantu mertua versi Riyanti GW ini
BalasHapuskayaknya isi bukunya bagus yah bun..:)
BalasHapusBukunya layak. Baca. Noted
BalasHapusMenahan diri emang berat dilakukan ya bund, tapi alhamdulillah rasanya lega ketika bisa menahan diri untuk tidak protes pada suami yang sejatinya memang sedang menunjukkan baktinya pada Ibu.
BalasHapusPersiapan jadi mertua menantu dari anak laki-laki. Terlebih kalau anak laki-laki itu anak yang paling dekat...wow pasti nggak gampang buat ngga ngerecoki dalam tanda petik. Kalau menantu laki-laki nggak kerasa ya.
BalasHapusPernah berada di situasi kayak gitu, tapi nggak lama dan ringan aja
BalasHapusAlhamdulilah sekarang mah saya yang justru dapet perhatian lebih daripada anaknya atau isteri..
Masha Allah aku penasaran sama isi kisah2 menanti mertua di dalam bukunya. Tapi memang menanti vs mertua itu jarang yg bs sefrekuensi. Ada sih yg sefrekuensi juga. Artikel ini bisa buat reminder agar hubungan ini untik saling kompromi, instropeksi dan tips lainnya yg bermanfaat :)
BalasHapusAh buku wajib kalau perlu jadi buku saku ini mah :') sebuah buku yang sepertinya penuh ilmu tentang seni berkomunikasi lintas usia yang diikat oleh benang merah bernama mertua dan menantu ;) wishlist buat dibeli bukunya nih :) btw saya setuju mom quote terakhir, pakai hati biar lebih sampai ke hati juga ya Mom :) ah terima kasih sudah diingatkan :)
BalasHapusAku paham bangeettt yang dialami Dinda wkwk... Kalau aku pun di posisi Dinda juga akan melakukan hal yang sama, ga bisa curhat banyak ke suaminya curhatnya ke diary wkwk. Tapi menantu versus mertua sampai kapanpun tetap begitu kalau masing-masing ga pandai menempatkan diri.
BalasHapusRoot cause nya ya bener kata Bunda, miskin komunikasi. Buku yang menarik Bun!
Eh, buku ini menarik banget, sungguh luar biasa kisah di dalamnya, dimana kalau mau dapatkan buku ini bun.
BalasHapusImage menantu vs mertua ini kok ngeri-ngeri sedap ya, bund. Bisa, nih, dijadikan wishlist biar nambah perspektif juga kondisi saat ini soal menantu dan mertua. Terima kasih bundaa, sudah mengulas buku ini...
BalasHapuswah, bagus banget ini bukunya mb. para menantu yang belum bisa sehati dengan mertua harus baca buku ini sih ya, biar bisa ambil pelajaran..
BalasHapusAntara menantu dan mertua kebanyakan beda umurnya puluhan... Jadi sudah beda generasi. Beda cara berpikir, selera dll. Menurut saya, menantu yang harus bisa ngemong...
BalasHapusBaca artikel Bunda Lillah sambil terbayang wajah Ibu Mertua.😅😅 recommended banget nih tipsnya buat referensi para menantu biar disayang mertua🤗🤗
BalasHapusKayaknya saya perlu baca ini deh mbak, hehehe, saya termasuk menantu yang terluka oleh mertua, solusinya yang saya ambil hampir sama seperti yang teryulis di atas, semoga luka hati ini lekas kering dan sembuh.
BalasHapusJadi pengen baca bukunya nih mbak. Buku sejenis ada judulnya simbok dewi helsper. Ttg menantu dan mertua juga.
BalasHapusBelum relate sih, tapi bacanya sambil ikutan ketawa Bun😃
BalasHapus