HeaderBundaLillah

Melek Huruf Bangkitkan Minat Baca, Benarkah?

8 komentar

 

HAI2



Jalan panjang negeri kita menuntaskan program buta huruf patut diacungi jempol. Melek huruf diharapkan bisa meningkatkan strata kehidupan masyarakat. Selain kepercayaan diri meningkat, juga akan sangat membantu dalam menyelesaikan banyak hal, minimal administrasi diri sendiri.

Gagasan pemberantasan buta huruf sudah dicanangkan pemerintah Indonesia sejak setahun setelah kemerdekaan. Baru tiga tahun berikutnya gagasan ini digaungkan ke seluruh Indonesia. Di tahun itu, tercatat 90% rakyat Indonesia masih belum mengenal huruf latin.

Menurut data Badan Pusat Statistik, di tahun 2020, penduduk yang belum melek huruf tinggal 1,71% dari seluruh penduduk Indonesia. Namun dengan jumlah penduduk yang besar, tercatat masih ada 2,96 juta penduduk yang masih harus dibantu.

Fyuh…sungguh perjalanan panjang yang Mommies!

Hari Aksara Internasional


Literacy Day



Dikutip dari situs Kemdikbud, Hari Aksara Internasional pertama kali digagas pada Konferensi Menteri Pendidikan se-dunia tentang Pemberantasan Buta Huruf yang diadakan di Teheran, Iran pada tahun 1965. Pada tahun berikutnya, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan dan mendeklarasikan Hari Aksara Internasional jatuh pada 8 September 1966.

Tahun ini , Tema Hari Aksara Internasional 2021 atau International Literacy Day 2021 adalah “Literacy for a human-centred recovery: Narrowing the digital divide” atau dalam Bahasa adalah “Melek Huruf untuk Pemulihan yang Berpusat pada Manusia: Mempersempit Kesenjangan digital”.

Tema ini diambil untuk menggali bagaimana literasi bisa berkontribusi dalam membangun pondasi yang kuat untuk pemulihan yang berpusat pada manusia. Secara khusus fokus pada interaksi literasi dan keterampilan digital yang dibutuhkan oleh orang dewasa yang tidak melek huruf.

Pandemi Corona menjadi pengingat soal pentingnya peran literasi. Literasi dibutuhkan tiap individu untuk mengembangkan kemampuannya dalam memilih kualitas hidup. Literasi merupakan bagian yang terintegrasi dari pendidikan dan proses belajar seumur hidup.

Kondisi ini juga menjadi kesempatan untuk menata kembali sistem pengajaran juga pembelajaran literasi di masa yang akan datang. Tidak hanya untuk siswa tapi juga bagi masyarakat pada umumnya yang jika tidak menguasai literasi, tentu sulit produktif.

Melek Huruf vs Minat Baca


Dengan tingkat melek huruf yang semakin tinggi di Indonesia, apakah lantas berpengaruh signifikan pada minat baca masyarakat? Ternyata tidak sesederhana itu Mommies. Sedih ya…

Hingga tahun 2020, UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca!

Padahal pepatah mengatakan bahwa membaca adalah jendela dunia, dengan membaca kita bisa seakan-akan “berkeliling dunia”. Berkeliling dunia dalam tanda kutip, karena memang raga kita tidak sungguh-sungguh pergi berjalan-jalan keliling dunia, melainkan jiwa, pikiran, dan imajinasi kita yang melalang buana keliling dunia.

Lantas apa ya yang membuat minat baca kita masih rendah dan bagaimana solusinya?


HAI

1. Faktor lingkungan


Orang tua yang cinta baca biasanya akan melahirkan generasi yang juga suka baca. Bagaimanapun, lingkungan adalah teladan. Tidak hanya di rumah, tapi juga di sekolah, di mana sebagian besar waktu produktif anak habis di sana.

Dalam kondisi begini, penting bagi setiap orang tua memiliki perpustakaan mini di rumah masing-masing. Siapkan buku-buku yang memang diminati keluarga. Atau jika tidak memiliki biaya, bisa dicari barangkali di sekitar rumah atau di sekolah, ada perpustakaan yang bisa diakses.

Bunda kecil dulu juga tidak punya banyak pilihan bacaan, meskipun almarhum Bapak selalu mengupayakan meski hanya buku-buku bacaan bekas dari kantor. Bersyukur Bunda punya banyak teman yang berada, yang punya banyak buku di rumahnya. Selain itu, di sekolah Bunda pun ada perpustakaan yang lumayan banyak koleksinya.

Intinya, selalu ada jalan menuju Roma.

2. Mitos keliru


Banyak orang melihat dan beranggapan bahwa anak-anak yang selalu baca buku sebagai kutu buku. Tipikal anak yang kurang pergaulan, pemalu dan cupu. Kesan negatif justru disematkan pada mereka yang senang membaca. Aneh kan… Padahal semakin banyak baca, semakin pinter dan semakin asyik lho.

Jadi perlu lah sesekali di sekolah atau kampus diadakan lomba literasi yang diikuti anak-anak keren hehehe

3. Hiburan mudah dan murah


Di antara yang paling fatal mempengaruhi minat baca adalah serangan gadget. Disadari atau tidak, kita yang usia dewasa pun mungkin lebih suka baca novel online ketimbang novel fisik. Padahal sensasi di antara keduanya jauh berbeda.

Menikmati lembaran demi lembaran, kadang ada halaman terlipat karena lagi asyiknya baca tetiba tercium bau masakan hangus..ups. Kalau Bunda, karena seringkali baca sambil makan atau minum, jadi gak aneh buku-buku itu terlihat jejak noda.

Hiburan mudah lainnya adalah game online, tidak hanya didominasi kaum lelaki, sekarang perempuan juga banyak yang menyukainya. Bahkan sampai ada turnamennya lho

Terkait ini , sebagai orang tua tentu harus ada ketegasan pada anak. Berikan jadwal pemberian gadget disesuaikan dengan usia anak. Untuk kita sendiri sebagai orang dewasa, pastikan tiap hari ada jadwal membaca meski hanya setengah hingga satu jam. Jika perlu, ikuti komunitas baca yang bisa menantang minat baca kita.

4. Fasilitas membaca tidak memadai


Meski tidak sepenuhnya, tapi hal ini juga bisa menghambat minat baca. Adanya gadget setiap saat sementara buku terasa mahal membuat enggan rasanya melirik buku.

Atur jadwal belanja buku tahunan, biasakan kepada keluarga untuk sama-sama menabung. Datangi toko buku saat bulan diskon, atau pameran buku yang sebelum pandemi selalu diadakan di istora Senayan setahun sekali.

5. Faktor diri sendiri


Selain lingkungan dan teknologi canggih yang semakin menjauhkan kebiasaan kita dari membaca. Ada faktor lain yang sebenarnya paling kuat dan menentukan tindakan kita yaitu, niat dalam diri kita sendiri.

Diri kita sendiri adalah faktor terpenting dalam melakukan sesuatu hal. Jika di dalam diri sendiri saja kita tidak memiliki ketertarikan dalam membaca, maka jangankan membaca buku, menyentuh atau mendengar judul buku saja mungkin rasanya sudah enggan.

6. Generasi instan


Dari generasi terdahulu hingga sekarang ini, kita bisa melihat perbedaan yang mendasar. Semakin lama generasi kita menginginkan segala sesuatunya serba cepat atau instant dan mulai tidak menghargai proses. Padahal membaca sebuah buku baik dari yang tipis sampai yang tebal, semuanya pasti membutuhkan proses membaca.

Tiap halaman per halaman dan bab per bab harus kita lalui dan nikmati. Namun bagian membaca inilah yang sulit untuk dilalui dan dinikmati para generasi jaman sekarang ini. Mereka malas melakukan proses membaca untuk mengetahui suatu cerita dalam suatu buku. Sehingga akibatnya, mereka lebih cenderung hanya melihat sinopsis, review singkat di blog ataupun media sosial.

Penutup


Banyak manfaat yang kita dapatkan saat kita melek huruf. Di antaranya, seharusnya mampu meningkatkan minat baca. Semakin tinggi minat baca, akan semakin haus kita akan ilmu. Akan semakin kepingin tahu banyak hal di dunia ini.

Sebagai negara dengan populasi penduduk muslim terbanyak di dunia, kita harusnya menjadi umat yang senang membaca. Ini amanah wahyu yang pertama kali Allah berikan kepada ummat Islam lewat Rasulullah SAW. Iqro!

Berharap, mudah-mudahan dengan peringatan Hari Literasi Dunia yang jatuh setiap tanggal 8 September, mampu mengingatkan kembali pada panjangnya perjuangan menuju Indonesia yang melek huruf. Tidak cukup hanya di situ, tapi juga akan meningkatkan minat baca masyarakat.

 

 

Related Posts

8 komentar

  1. Amin ya Allah, tantangan para mommies untuk menciptakan minat baca dari rumah. Alhamdulillah diperkenalkan dengan komunitas book advisor, dari sini saya jadi bisa sedikit-sedikit mengenalkan anak-anak pada buku sejak dini, walaupun tantangan serangan gadget juga lumayan. semangat berjuang ya mom ..

    BalasHapus
  2. Waktu SD dulu, aku malah suka liat mba-mba pake seragam SMA dan banyak buku banyak. Nggak keliatan cupu, malah keliatan pintar gitu lho hehe

    BalasHapus
  3. Beliin buku yang harganya lebih terjangkau bilangnya nggak ada duit, tapi hp anak2nya gadget keluaran terbaru... jamak terjadi di zaman now, hehe.

    BalasHapus
  4. Salah satu PR bagi kita sebagai orang tua, harus rajin baca sebagai teladan kepada anak-anak kita, next semoga mereka ketularan untuk mencintai dunia literasi

    BalasHapus
  5. Malah aku mikirnya, kalau yg sering bawa buku, kemana2 tenteng buku orangnya pasti pinter.. ga malah kelihatan cupu. Pasti uangnya banyak bisa beli buku2.. hehehehe

    BalasHapus
  6. Bener bu, baca buku cetak tetep ada keasyikan sendiri, beda dg digital.

    BalasHapus
  7. Harga buku lebih mahal dibanding harga kuota data sekarang ini, dan yang serba online menjadi semakin murah, mudah dan menghibur. Anak-anak lebih suka. Sementara orang tua pilih nggak mau repot, ya udah jadi deh

    BalasHapus
  8. Berasa banget bun kurangnya literasi pas masa belajar daring gini. Banyak anak yang suli memahami informasi sederhana dan jelas. Mereka kadang masih suka nanya padahal semua yang mereka tanya sudah dituliskandengan jelas

    BalasHapus

Posting Komentar