![]() |
rizaalmanfaluthi.com |
Seperti de javu membaca judul buku ini. Rangkaian kalimat yang mirip juga kerap muncul di benak kepala bunda saat menjaga almarhumah Mama di rumah sakit 17 tahun lalu. Kalau judul buku ini, “Orang Miskin Jangan Mati di Kampung Ini”, waktu itu yang bolak balik muncul di benak bunda “Orang Miskin Jangan Sakit”.
Setahun merawat Mama, bolak balik masuk rumah sakit membuat bunda banyak berpikir. Betul, dunia tidak adil. Bahkan di saat terjepit pun, ada saja oknum nakal yang memanfaatkan. Kalau ada pegawai rendahan rumah sakit yang membantu banyak hal, kemudian dibayar, ya wajar saja. Tapi ini dokter spesialis yang tak tahu malu meminta bayaran lebih jika jadwal operasi mau dimajukan.
Mana ada anak yang tega melihat ibunya dengan perut membuncit karena kanker dan mendapat jadwal operasi masih tiga bulan lagi, sementara untuk bernafas saja sudah sangat kepayahan. Dalam kondisi begitu, tetiba sekretaris sang dokter memanggil, bisa jadwal maju dan langsung operasi, tapi bayar 3 juta. Kejadian itu di tahun 2003, bayangkan berapa nilai uang itu sekarang.
Ah jadi ngelantur nih, wong mau review buku. Maaf ya…
Identitas Buku
Tentang Buku
1. Spirit
Dalam judul lain, sebaris kalimat,”Ciptakanlah sejarah untuk dirimu sendiri” telah melecut seorang gadis kecil yang hanya anak pasar mendapatkan SMP yang diinginkannya. Sekolah bergengsi di kotanya yang berisi anak-anak hebat dan juga kaya. Kata-kata sang guru membuatnya menjadi peraih NEM terbaik di sekolah dan mengantarkannya ke sekolah impian. Bunda kenal gadis ini yang telah menjelma menjadi ibu hebat dan dosen di sebuah sekolah kedinasan.
2. Kulasentana
Beratnya jadi perempuan karena gampang baper adalah menangis bolak balik di bab ini. Bab keluarga buat setiap orang pasti selalu membuat hati menjadi haru biru. Ada kisah tentang perjuangan menanti buah hati, konflik suami istri hingga ketangguhan ibu yang berjuang demi anak.
3. Nuraga
Di bab inilah mommies akan mendapati kisah yang menjadi judul buku, “Orang Miskin Jangan Mati di kampung ini.” Kisah ini pun Bunda saksikan dalam kehidupan sehari-hari, karena memang bisa dibilang Bunda dan penulis buku tinggal di kampung yang sama.
Kematian buat orang di kampung kami bukan sekedar kehilangan sanak keluarga, tapi juga harta banda (sebutan orang kampung). Saat meninggal, maka keluarga harus menyiapkan dua karung beras ukuran 50 kilogram yang kemudian diserahkan ke pemuka agama setempat. Untuk apa? Penebusan dosa selama hidup, jika kurang ibadahnya dan lain-lain.
Dalam buku keduanya ini , penulis berhasil membuat kita berpikir ulang tentang kehidupan. Ada banyak labirin di luar nalar kita yang ternyata ada di dunia ini. Beliau kemas dengan bahasa sederhana yang mengalir sehingga enak dibaca. “Orang Miskin Jangan Mati di Kampung Ini” layak menjadi bacaan penguat hati.
Jika Anda terlahir miskin, itu bukan kesalahan Anda. Tetapi jika Anda meninggal dalam keadaan miskin, itu kesalahan Anda.= Bill Gates =
Ya Allah, hidup di kampung tuh keras juga ya bun. Nggak cuma di kota. Kalau gak paham kondisinya pasti muncul celetukan, "ha masa si? di kampung kaya gitu?".
BalasHapusKadang lebih parah. Dalam banyak hal sebenarnya banyak yang harus diperbaiki. Tapi banyak orang skeptis
HapusAlhamdulillah kalau di kampung saya 'tidak terlalu begitu' bun. Walaupun tradisi tahlilan dengan segala konsumsinya yang disiapkan tuan rumah masih ada, miris kadang melihat kondisi seperti ini ya.
BalasHapusBetul kang, tapi ini realita yang harus dihadapi. Berani tampil beda itu gak mudah
HapusAda ya penebusan dosa diganti dengan sekarung beras, 50 kg lagi. Klo udah jadi adat kampung, agak susah untuk menghindar. Mau gak harus dikutin, meski kasian kalau keluarga yang ditinggalkan upahnya pas²an.
BalasHapusBetul mbak. Awal tinggal di sini saya sempat kaget. Tapi berusaha memahami secara nalar pendapat mereka. Insyaallah tidak ikut campur tapi juga tidak mau larut
HapusWaah kalai udah masalah adat susah banget buat gak mengikuti ya bund...
BalasHapusBismillah gak ikut mbak...meski dianggap beda
HapusMasyaAllah, berat juga ya hidup di masyarakat yg seperti itu. Kudu ada yg berani membuat perubahan, walau pasti sangaaat berat
BalasHapusAlhamdulillah dengan semakin banyak pendatang, mereka semakin memahami perbedaan dan menerima yang berbeda
HapusBaca ulasan bukunya saja sudah membuatku menahan nafas, apalagi baca bukunya beneran. Duh ngilu rasanya. Mereka orang-orang yang kuat
BalasHapusNgilu bun....
HapusTapi memotivasi banget
Besar banget "biaya kematian" di kampung. Aku tertarikbaca bukunya. Bisa beli dimana ya bun?
BalasHapusMau aku kasih no wa penulisnya? Kan lumayan dapat tanda tangannya
Hapus