Jika pernah mendengar lagu Ibu dari Iwan Fals, rasanya lebih layak jika kami para anak yang menempuh ribuan kilometer demi rindu ibu. Jika di tahun 2010 bunda menempuh itu dengan pesawat, maka di tahun 2017 mencobanya lewat darat dengan mobil.
Lucunya, sebenarnya kami tak punya persiapan maksimal. Pembicaraan tentang itu baru dibahas sekitar dua pekan sebelum keberangkatan. Hanya bermodal keyakinan dan rindu, ya..rindu pada seorang ibu yang tinggal sendiri di kampung halaman.
Mungkin kalau hanya pulang ke Jakarta, kampung halaman bunda, tak perlu banyak persiapan karena bisa ditempuh 6-8 jam saja dari Semarang. Tapi Semarang-Bima biasanya menghabiskan 2-3 hari perjalanan. Jarak 1300an km dengan tiga selat yang harus diseberangi, sama sekali tidak bisa diprediksi dengan tepat. Jika ombak sedang besar, mau tidak mau harus menunggu di daratan dan tidak bisa naik ke dalam perahu. Asyik kan…
Persiapan Perjalanan
Beberapa persiapan segera bunda lakukan. Kecanggihan teknologi memudahkan bunda dalam menata jadwal dan anggaran perjalanan.
1. Rute dan Waktu Perjalanan
Setelah memeriksa Google Maps, bunda tahu bahwa perjalanan darat terjauh justru ada di pulau Jawa. Semarang hingga Banyuwangi jaraknya sekitar 600 km dan saat itu belum ada tol seperti sekarang. Maka kami harus mulai berangkat dari Semarang pukul enam pagi agar malam bisa sampai Banyuwangi. Jalur yang kami pilih tentu saja lewat pantai utara, itu pilihan terbaik dan rute termudah.
Pagi hari kedua, jam 6 pagi harus segera merapat ke pelabuhan Ketapang-Banyuwangi agar malam sudah bisa sampai di Lombok Timur. Hari itu berarti kami menyeberangi dua selat dan bertemu dengan dua pulau. Di Bali karena banyak jalan yang satu arah, kami beberapa kali salah arah meski sudah menggunakan GPS. Walhasil baru sampai di Lombok Timur jam 10an malam.
Pagi hari ketiga, sejak pagi juga sudah harus antri di pelabuhan Kayangan menuju pulau Sumbawa. Meski waktu tempuh hanya sebentar, tapi dari Sumbawa ke Bima masih butuh 10-11 jam perjalanan lagi.
2. Tempat Istirahat
Mengapa kami butuh tempat untuk istirahat dalam perjalanan? Bahkan dua kali saat di Banyuwangi dan Lombok. Pertama karena supir hanya satu, suami saja. Dan yang kedua karena bunda tahu suami tidak nyaman menyetir di malam hari. Banyak orang yang lebih memilih perjalanan malam hari dengan alasan sepi, tapi pengalaman bersama suami, malah tidak efektif karena bolak balik ngantuk dan tidur di tepi jalan.
Berbekal aplikasi perjalanan online, dua penginapan di Banyuwangi dan Lombok bisa kami dapatkan dengan mudah dan murah. Alhamdulillah.
3. Biaya-Biaya
Ini adalah bab penting yang harus kami atur ketat. Ada biaya untuk bahan bakar, penginapan, dan tiket kapal. Untuk makan, bersyukur dalam kondisi puasa sehingga bisa lebih berhemat. Kami hanya mencari makan untuk berbuka, sedangkan sahur sudah masuk di penginapan.
Suka Duka Tempuh Ribuan Kilometer Demi Ibu
Kalau ada yang bilang cinta itu candu, maka begitulah yang bunda lihat di mata suami. Cintanya pada ibu membuahkan tekad untuk tidak ragu mengayuh rindu. Jarak ribuan kilometer tidak menyurutkan semangatnya, tak terlihat lelahnya. Bisa jadi di matanya yang ada hanya ibu.
Sebagai istri, tugas bunda untuk menjaga kesehatan fisik juga psikisnya sepanjang perjalanan. Bersyukur si kecil Aysar yang waktu itu masih berusia lima tahun, sangat kooperatif. Bahkan beberapa kali ketika bunda kelelahan, dia akan pindah ke depan dan menggantikan tugas bunda sebagai navigator. Masyaallah.
Boleh dibilang keseluruhan perjalanan sangat lancar dan menyenangkan. Selama tiga hari itu kami disuguhkan pemandangan yang didominasi pantai dan laut. Indaaaah banget! Duh, kalau gak ingat ibu sudah menanti, rasanya mau deh mampir sebentar melepas penat.
Hal yang paling membosankan buat bunda hanya saat di kapal. Karena malas gerak ke mana-mana, jadilah hanya duduk manis di lantai dan tidur-tiduran. Jangan harap ada sinyal, pakai provider yang katanya terbaik pun tak bisa menjangkau sinyal. Apalagi di penyeberangan dari Pelabuhan Padang Bai-Bali, ke pelabuhan Lembar-Lombok, yang bisa memakan waktu 5-6 jam. Tapi satu hal yang menyenangkan, jika kamu beruntung, di atas kapal ini bisa melihat lumba-lumba yang berlompatan mengikuti kapal.
Meski dalam sebuah hadits Rasulullah saw pernah mengatakan bahwa safar adalah azab, tapi kami berusaha menikmati perjalanan jauh sebagai bentuk bakti pada orang tua. Dan semua keletihan perjalanan akhirnya terbayar saat melihat senyum ibu. Merasakan kembali hangatnya peluk ibu, mendengar kembali tawanya adalah hal yang tak akan terbayar dengan apapun.
Tips Perjalanan Jarak Jauh Lewat Darat
1. Cek kondisi kendaraan. Jika perlu masukkan dulu ke bengkel untuk memastikan semuanya. Jangan lupa untuk mengisi bahan bakar hingga penuh.
2. Sebaiknya tidak membawa penumpang melebihi kapasitas. Utamakan kenyamanan karena waktu tempuh yang sangat lama.
3. Pastikan membawa uang tunai yang cukup. Kondisi tak menentu dalam perjalanan, ditambah lagi kita tidak mengenal medan, akan menyulitkan jika kita kehabisan uang tunai.
4. Bawa makanan dan juga minuman yang cukup. Jangan sampai tragedi Brexit yang memakan nyawa seorang lansia akibat dehidrasi, terulang kembali.
5. Aktifkan aplikasi petunjuk arah. Eits, kuota diisi juga ya.
6. Patuhi rambu dan lalu lintas sepanjang perjalanan agar keamanan terjaga.
7. Istirahat jika mengantuk atau kelelahan, jangan dipaksakan karena bahaya akibatnya.
Nah, itu tips dalam kondisi normal. Dalam kondisi pandemi seperti ini tentu ada syarat lain yang harus kita patuhi, misalnya harus memastikan diri dalam kondisi sehat dan mampu menunjukkan surat bebas Covid-19.
Meskipun sudah memenuhi semua protokol kesehatan, tetap saja lebih amannya kita menahan diri. Yah, entah kapan lagi bisa mengejar ribuan kilometer itu demi rindu ibu. Jadi buat mommies yang orang tuanya tidak jauh, hayuk…jangan lupa dikunjungi, minimal dihubungi via telepon ya. Salam hangat.
"Jika bukan karena ibu, tak akan kucandu dalam rindu"
ayo bun ke sini lagi,,
BalasHapussebelum ke bima mampir di lombok
aku terharu bacanya bun
Insyaallah mbak...pengeeeen banget!
BalasHapus