Bisa ikut kelas Blogspedia Coaching yang dibesut coach Marita adalah sebuah privilege yang luar biasa. Harapan menjadi blogger profesional dengan blog impian yang memikat, sudah terpampang di depat mata. Meski semua perjalanan menulis saya pun awalnya tidak mudah.
Tak pernah mengira bahwa kini media menulis bisa sebanyak ini. Perkembangan teknologi yang semakin canggih menghasilkan kanal-kanal baru dalam dunia tulis menulis. Jika awalnya kita mengenal milis di awal era internet, maka saat ini dunia dijejali tidak hanya media cetak, namun juga media elektronik, laman sosial juga blog. Lantas terus bermunculan penulis-penulis baru yang segar, yang bisa lebih mudah menerbitkan tulisannya, seiring dengan menjamurnya penerbit dimana-mana. Hal yang tak mudah ditemui di era sebelum tahun 2000.
Kegemaran
membaca memang berimbas besar pada kemampuan menulis. Sejak SD, setiap kali
pelajaran bahasa dan subyeknya mengarang, saya selalu menghabiskan sekian
lembar kertas dalam menulis. Lomba menulis pertama yang saya ikuti saat kelas 3
SD, menghasilkan juara ke 2. Meski hanya tingkat sekolah, tapi bangga rasanya
bisa mengalahkan kelas-kelas di atas. Dan sejak saat itu, kesenangan menulis
makin bertumbuh, hingga akhirnya di kelas 6, satu puisi saya masuk ke majalah
anak-anak yang bernama Sahabat. Sejak itu pula saya keranjingan
bersurat-suratan dengan beberapa sahabat pena yang saya kenal dari majalah.
Cinta menulis
makin terasah saat masuk pondok. Saya yang terbiasa menulis puisi kala gundah,
semakin produktif. Yah...gundah karena tinggal jauh dari orang tua menjadi
modal tulisan-tulisan saya. Banyaknya media menulis, mulai majalah dinding
kelas, koran dinding pesantren, majalah pesantren, hingga lomba-lomba, kerap
saya ikuti. Tapi saat itu, tulisan bisa lolos penerbit atau dimuat di majalah,
koran, adalah barang mahal. Hanya mereka yang benar-benar bagus, yang bisa
merajai.
Kondisi di masa
sebelum milenial, membuat buku diari laku di pasaran. Buat penulis receh
seperti saya, diari adalah pelampiasan. Bertumpuk diari di lemari dan tak ada
yang membaca selain saya. Lucunya, karena malu akhirnya buku-buku itu saya
bakar. Ada yang masih menyimpan diari hingga kini? J
===
Era milenial
adalah masa keemasan bagi penulis. Saat ini justru penerbit yang
mengejar-ngejar penulis. Beberapa masuk ke sekolah-sekolah menawarkan kerjasama
kepada para siswa dan guru. Dan di masa itu pula akhirnya saya mengenal blog
dan membuatnya karena tuntutan di acara pelatihan guru.
Jujur sampai
turun materi pemanasan di kelas blogspedia coaching for newbie, saya tidak terlalu paham
apa manfaat blog selain untuk menulis. Bisa dibilang, blog yang pernah saya
buat itu mungkin sudah dipenuhi sarang laba-laba (asal jangan dihuni hantu). Baru
dikupas sedikit kulitnya saja di kelas sudah membuat saya terperangah. Masyaallah...sebesar
itu blog bisa berpengaruh dalam kehidupan seorang blogger dan orang lain.
Rasanya gak sabar mengulik-ngulik kedalamannya.
Pertanyaan
besar, mengapa saya memilih blog sebagai media menulis dan kenapa harus menjadi
blogger, adalah pertanyaan yang sama kenapa saya cinta menulis. Satu waktu saya
pernah merenung, berapa banyak orang hebat di bumi ini, tapi mengapa tak
terekam jejaknya? Mereka yang kemudian dikenal banyak orang, adalah karena dua
opsi, seseorang sangat hebat hingga banyak orang merekam jejaknya, atau opsi
kedua, orang itu merekam jejaknya sendiri lewat tulisan.
As an ordinary
people, tentu pilihan saya hanyalah opsi kedua. Sama sekali bukan karena ingin
dikenal, tapi ingin dikenang. Minimal jika kelak saya pergi, orang yang membaca
tulisan saya mau sekedar mengirim al
fatihah. Juga punya sejumput harapan, tulisan saya bisa dibaca banyak orang dan
bisa mewarnai, menginspirasi. Karena saya meyakini sejak dahulu, dakwah dengan
pena ini jauh menentramkan.
Iqro’
Kata ini harusnya
menjadi pelecut bagi umat Islam. Umat yang Allah minta untuk melek literasi. Ayo
lihat sekeliling, banyak hal bisa dibaca selain tulisan. Justru bacaan
kehidupan jauuuuh lebih banyak daripada yang sempat ditulis manusia. Nah…umat
yang hanya membaca, ternyata katanya gak jadi pintar jika tidak menuliskannya.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
Ù‚َÙŠِّدُوا الْعِÙ„ْÙ…َ بِالْÙƒِتَابِ
“Ikatlah
ilmu dengan dengan menulisnya”
Mudah-mudahan ini
adalah motivasi diri saya dalam menulis, bahwa saya terus berjuang mencari
ilmu.
Jika akhirnya
saya memilih blog sebagai media menulis utama saya, lebih disebabkan banyak
keistimewaan blog dibanding media lain. Blog lebih bersifat pribadi dan mampu
menyimpan file dengan rapi yang sesewaktu bisa kita panggil dengan mudah.
Ibarat peliharaan kesayangan, kita sendiri yang menentukan akan jadi seperti
apa dia. Apakah sekedar media untuk menulis, ataukah mau berdampak hingga ke
dompet? Eaaaa…
Terpenting,
alasan blogging juga adalah kita memiliki wewenang penuh mempertanggungjawabkan
hasil tulisan kita. Blog juga akan sangat membantu dalam personal branding
karena sifatnya yang personal touch. Buat seorang penggiat dakwah seperti saya,
personal branding menjadi penting sebagai sumber kepercayaan masyarakat
===
Tips Mengelola Waktu
Musuh terbesar
penulis, selain rasa malas, adalah disiplin waktu. Ini pula yang saya rasakan
selama ini, sudah lah malas…apalagi ketika otak buntu kehilangan ide, saya juga
sama sekali belum memiliki kedisiplinan meluangkan waktu khusus tiap harinya
dalam menulis. Ternyata lebih mudah menciptakan alasan daripada mencari solusi.
Nah, setelah
belajar sana sini…akhirnya saya bertekad harus memulai beberapa hal berikut
ini:
1. Meluangkan waktu khusus untuk menulis.
Ternyata
sama halnya dengan kegiatan wajib saya lainnya, seperti tilawah dan hafalan al
Quran, dalam menulis pun harus ada slot waktu yang saya sisihkan tiap harinya. Jika
kebanyakan penulis memilih waktu malam hari dengan alasan lebih tenang dan fokus,
rupanya saya tidak bisa. Saya tipikal orang yang harus tidur cukup dan gak bisa
begadang. Dari sini akhirnya saya memilih meluangkan waktu minimal satu jam setiap
harinya, kapan pun itu.
2.
Memiliki target tulisan
Di
satu komunitas menulis di FB yang pernah saya ikuti, kami pernah ditantang
untuk menulis satu buku selama tiga bulan. Lantas dibreakdown secara harian,
ada yang sanggup 4 halaman, 5 halaman bahkan 10 halaman. Sayangnya waktu itu
saya termasuk yang belum berhasil karena mengambil terlalu banyak target.
Penting
rupanya menakar diri dalam masalah target ini, sehingga tidak patah semangat
saat target belum tercapai.
3.
Menepi untuk meraih semangat
Kadang
ada masanya kita bosan, capek dan akhirnya buntu imajinasi. Rupanya dalam
menulis pun, perlu ada penyegaran. Jadi saya memilih untuk tidak terlalu
memforsir diri, dan bisa jadi menulis dilakukan secara berkala.
4.
Sedikit demi sedikit, namun konsisten.
Kebanyakan
penulis menggunakan rumus the power of kepepet dalam menulis, alias ide baru
muncul di detik-detik terakhir batas pengiriman atau penerbitan. Menurut saya
ini termasuk yang harus dihindari karena biasanya kebuntuan akan semakin besar.
Lebih baik mencicil sedikit demi sedikit dan konsisten terhadap target.
Nah...mudah-mudahkan kamu pun bisa menemukan alasan terbaik jika satu saat nanti tertarik untuk menulis blog impianmu sendiri. Yah, tidak hanya sekedar menjadi sarana orat oret, tapi yang terpenting bagaimana setiap tulisan kita bisa bermanfaat untuk orang lain. Semangat!
Yeeey, Bu Lillah nulis di blog lagi... semoga setelah ini nggak ber'hantu' lagi ya Bu blognya, hehe.
BalasHapusYa Allah...pengan nangis rasanya. Matursuwun nggih mbak. Jazaakumullah khoiron katsiero
BalasHapusAwal kenal blog cuma tau buat nulis tok,setelah kenal blogspedia coaching masyaa Allah banyak hal yang harus digali lagi ya bun
BalasHapusBetul banget mbak Manda, luar biasa ilmunya ya. Meski saya sih terpontal-pontal juga ngerjainnya.
HapusTapi tetap semangat ...
sukses bersama ya
Terimakasih atas pengingat ya buuu...
BalasHapusSama-sama bunda imut...
Hapussaya kepoin nama aslinya belum nemu nih :)
MaasyaAllah Bu Lillah kereen, jago nulis dari lahir. :)
BalasHapusAnak ajaib dong bisa nulis dari lahir...hahahahah
HapusKapan nih kita meet up
Huuuu aq sudah coba atur waktu taoi tugas yg ini huaaa.. Mepett dan huaa
BalasHapusMantaaaaaf...semangat terus mbak Yunis
BalasHapusBesok2 semangat di awal yuk mbak